Gha....
Ghaaa....
Panggilan itu menyeruak di antara deru suara mesin kapal dan celoteh para penumpang yang riuh rendah. Tangan yang hendak membuka pintu kamar terhenti. Netra saya mencari ke beberapa sudut. Siapa yang memanggil? Hingga sebuah lambaian tangan jadi penanda.
Di atas peti kayu bekas, sosok itu tersenyum sambil sesekali tangan yang memegang sebatang rokok melambai. Saya bergegas mendekat.Ini sebuah perjumpaan yang tak disangka. Lama kami tak bertemu. Dan yang bikin saya terperangah, sosok bercelana pendek dan berkaos oblong itu adalah Bupati Halmahera Selatan.
"Saya mendadak harus ke Ternate dan besok ke Jakarta, Pak Luhut ingin bertemu terkait soal Widi" jelas Usman - lengkapnya Usman Sidik - Bupati di daerah dengan bentangan geografis terluas dan memiliki penduduk terbanyak di Maluku Utara. Kami berpelukan dan terlibat diskusi yang riang. Ia banyak bercerita tentang tugasnya melayani warga. Sesekali stafnya mendekat sambil menyodorkan map berisi berkas yang mesti ditandatangani.
Tak ada kesan elitis. Usman tak berubah meski kini telah jadi orang penting. Saya amati dalam diam. Sosoknya kini makin kokoh. Ini pertemuan pertama setelah Ia terpilih jadi Bupati. Nyaris tiga tahun lebih kami beberapa kali hanya bertukar kabar lewat telepon. Saya beberapa kali ke Bacan tapi tak sempat bertemu.
Seingat saya, kami sempat bertemu di kantor Golkar di bilangan Slipi saat sama-sama mengambil mandat partai untuk bertarung dalam kontestasi Pilkada saat itu. Ia dengan riang bercerita tentang mimpinya mengubah Halmahera Selatan. Jadi Bupati adalah jalan untuk mewujudkan mimpi itu. Ia juga begitu yakin akan menang. Banyak dukungan partai. Sebelum berpisah, kami saling mendoakan.
Yang kita tahu kemudian, Usman yang berpasangan dengan Bassam Kasuba jadi pemenang. Dan mulailah Ia bekerja untuk daerahnya. Tiga tahun berlalu dan dari banyak cerita teman-teman jurnalis, Usman tak berubah. Ia tetap jadi bagian dari dunia jurnalis. Sikapnya tetap humble, senang bertemu dan berdiskusi. Saya kaget ketika, Ia bicara tentang visi pemerintahan berbasis digital. Tentang dinamika pembangunan yang bersandar pada capaian kinerja.
Usman memang sosok yang mau belajar. Ia selalu menerima tantangan apapun. Padahal latar keluarganya biasa saja. Lahir di Orimakurunga 50 tahun lalu, Ia menyelesaikan sekolah hingga SMP di kampungnya. Setelah itu, Ia datang ke Ternate. Bersekolah sambil bekerja. Sempat jadi buruh pelabuhan, Usman kemudian banting setir jadi jurnalis saat reformasi membuka kran kebebasan pers.
Dunia jurnalisme ditapaki dengan menjadi kontributor salah satu stasiun TV swasta nasional. Selepas itu, Ia mendirikan media sendiri. Jejaknya di dunia jurnalistik menyisakan banyak cerita tentang kebaikan. Ia konsisten bekerja tanpa jeda. Kegigihannya jadi pedestal untuk sukses.
Awal tahun 2000an, saat Maluku Utara masih dibakar bara konflik, saya dan Usman terpilih jadi bagian dari tim sepakbola Maluku Utara. Kami berangkat dengan kapal.laut ke Kalimantan untuk mengikuti Pekan Olahraga Wartawan Nasional. Posturnya yang tinggi dengan skill bola mumpuni membuat posisi penyerang utama jadi miliknya. Sayang, langkah kami terhenti di perempat final. Sepulang dari sana, kami masih sering bertemu saat liputan berita. Sesekali masih main bola bersama.
Ia memang gemar bermain bola. Tiap ada kesempatan pasti Ia bergabung. Bahkan saat sudah jadi orang nomor satu di Halmahera Selatan. Kerendahan hati dan sikapnya yang selalu membantu sesama jurnalis adalah penanda yang selalu diingat. Ia juga selalu hadir di banyak kegiatan warganya. Senyum yang tulus jadi penghangat.
Bulan Mei kemarin, saya ke Bacan. Begitu dapat informasi, Ia meminta saya ke rumah dinasnya. Saya datang selepas Isya. Tapi banyak tamu. Ajudannya meminta saya kembali karena sepertinya Bupati tak punya waktu. Saya pulang dan mencari makan. Saat makan belum selesai, telepon Kabid Pariwisata yang menemani saya berdering kencang. Ia diminta Bupati untuk mengantar saya ke rumah. "Pak Bupati marah besar saat tahu abang datang tapi tak diijinkan bertemu" kata Julistiny Redjeb.
Sudah lewat tengah malam saat saya kembali ke rumah dinas. Usman menunggu saya di gazebo. Kami kemudian bertukar banyak cerita. Tepatnya, saya lebih banyak mendengar. Usman mengungkapkan caranya mengontrol pengelolaan keuangan. Semuanya lewat akun di smartphone yang terkoneksi dengan semua SKPD. Ia tahu saldo keuangan, untuk apa digunakan dan bagaimana pertanggungjawabannya. Jika ada potensi penyimpangan, Ia akan memblokir akses keuangan. Ini bagian dari smart governance.
Ia juga bercerita bagaimana harus turun ke wilayah terjauh untuk bertemu warga. Perjalanan yang sulit. Dari sana, Ia tahu apa yang dibutuhkan. Pendidikan, kesehatan dan layanan umum jadi prioritas. "Saya ingin Halsel berkembang dan maju melebihi daerah lain" tuturnya saat saya hendak pamit.
Kita berencana tapi Allah tahu yang terbaik. Sungguh saya begitu terpukul saat line WhatsApp minggu sore dipenuhi kiriman video yang mencekam. Saya yang sedang bergembira bersama seluruh tim Malut United usai kemenangan besar atas PSKC Cimahi sontak terduduk lesu. Beberapa nomor coba saya hubungi untuk mencari kepastian. Benarkah sosok yang jatuh itu adalah Bupati Usman yang saya kenal jauh melebihi seorang saudara?.
Dalam perjalanan pulang menuju Jakarta, informasi itu makin jelas. Mendadak ada nyeri yang menusuk hati. Saya bahkan hanya bisa membaca begitu banyak postingan duka. Tak sanggup untuk menuliskan apapun. Siang ini, saya memilih menulis catatan pendek ini - semacam testimoni personal - karena yang pergi menghadap sang Khalik adalah sosok yang tak tergantikan. Sosok yang terlampau baik untuk sesama. Dunia jurnalistik di Maluku Utara sungguh kehilangan. Komunitas sepakbola sungguh kehilangan. Semua kita kehilangan.
Moga Allah mengampuni semua dosamu. Moga Allah merahmati dirimu dengan sebaik baiknya tempat di sisiNya. Moga keluarga yang berduka diberi kekuatan untuk menghadapi semua kehilangan ini.
Maafkan diriku yang tak bisa mengantarmu pulang bertemu Allah Abadi di surgaNya.
*) Asghar Saleh adalah wartawan senior Maluku Utara.
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email [email protected]. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi.(*)