Desain universal menjadi suatu hal yang penting untuk mendukung kehidupan masyarakat. Tidak hanya akhirnya desain universal mampu mendukung kehidupan masyarakat secara umum, akan tetapi ini mempermudah kehidupan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas membutuhkan yang namanya bangunan aksesibel, tentunya bangunan yang desainnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan secara umum.
Permasalahan terkait dengan desain universal ini tidak hanya dibahas dalam kehidupan, akan tetapi sudah ada undang-undang yang secara rinci membahas terakit dengan permasalahan ini, yaitu UU No.19 tahun 2011. UU No.19 tahun 2011 ini berisi tentang bagaimana sebuah negara diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas. Dengan adanya pemenuhan hak ini diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan yang ada di masyarakat.
Tidak hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban, Undang-Undang ini juga didasari oleh Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas di New York pada tanggal 30 Maret 2007. Melihat bahwa akhirnya adanya penyediaan fasilitas yang baik untuk penyandang disabilitas sendiri juga diinginkan seluruh dunia, bahkan menjadi sebuah hak yang seharusnya didapatkan manusia. Dengan begitu, penyediaan fasilitas penyandang disabilitas sendiri juga ada untuk menghormati serta menjunjung tinggi hak-hak penyandang disabilitas sebagai seorang manusia (Harahap, 2019).
Penerapan desain universal sendiri bisa dilihat dari bagaimana bentuk bangunan dibangun sedemikiran rupa dengan standar yang sudah ditentukan tentunya. Contohnya saja seperti kondisi jalanan, road block, bahkan sekedar tersedianya lift mampu untuk membantu penyandang disabilitas dalam mendapatkan fasilitas yang lebih mumpuni.
Selain itu, desain yang universal tidak hanya mengarah kepada bentuk bangunan saja, akan tetapi juga mengarah kepada desain interior yang digunakan dalam menata sebuah gedung. Misal saja, ada yang namanya jalur sirkulasi yang bisa memudahkan orang untuk berlalu lalang ternyata harus diberikan jarak pandang yang sesuai.
Jarak pandang yang sesuai dan aman ini mampu untuk memudahkan penyandang disabilitas yang memiliki kurang penglihatan. Hal ini agar tidak membahayakan mereka jika ingin berjalan di jalanan pada umumnya.
Salah satu lagi contoh penerapan desain universal tidak hanya dilihat dari bagaimana bangunan fisik tersebut dibuat, misalnya saja dalam pemakaian lift akan ada suara yang muncul untuk menunjukkan di lantai berapa kita sudah sampai.
Tentu saja hal ini mampu mempermudah penyandang disabilitas yang susah dalam penglihatan. Hal ini juga dapat membantu penyandang disabilitas untuk mencapai lantai yang mereka inginkan dengan sesuai.
Realitanya, adanya kebijakan yang sudah mengatur terkait desain universal, banyak sekali pengalaman yang dialami oleh penyandang disabilitas malah tidak sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut, yaitu menyediakan lingkungan yang sesuai.
Parahnya lagi, bangunan dibuat seakan-akan tidak berniat untuk merangkul kebutuhan penyandang disabilitas. Contohnya saja bentuk sederhananya adalah penyediaan jalan yang sudah dibuat untuk mempermudah pengguna kursi roda. Dimana jalan untuk pengguna kursi roda itu memiliki aturan khusus dalam pembangunannya, tidak bisa sembarangan membangun jalanan tanpa melihat dasar pembangunannya.
Banyak sekali akhirnya desain-desain yang ada di Indonesia tidak mampu untuk menciptakan tempat yang sekiranya nyaman bagi penyandang disabilitas. Sebut saja dengan sekedar membangun lift terkadang hal tersebut tidak dibangun.
Hal ini banyak ditemukan di bangunan yang kemungkinannya sudah cukup lama dan tidak begitu memperhatikan desain universal. Terkadang juga, desain lift yang sudah dibangun ternyata tidak memiliki penunjuk lantai di tombolnya menggunakan huruf braille.
Hal tersebut tentunya mampu memudahkan penyandang disabilitas dengan penglihatan yang kurang. Walaupun banyak akhirnya gedung ataupun bangunan yang menerapkan desain universal, apakah akhirnya keinginan desain universal tersebut untuk menghasilkan bangunan yang inklusif mampu untuk terwujud?
Menurut salah satu peraturan kementerian yang mengatur tentang aksesibilitas desain bangunan, yaitu Permen PU no.30 tahun 2006, mengatakan bahwa desain yang bisa untuk diakses segala macam kalangan adalah desain yang mampu memberikan keselamatan, kemudahan, kegunaan, dan kemandirian.
Jika melihat dari salah satu bangunan yang ada di Bandung, yaitu Museum Geologi Bandung. Ada beberapa hal yang bisa dikaji dalam desain universal yang mereka sajikan, salah satunya adalah sirkulasi vertikal yang mampu memudahkan penyandang disabilitas.
Bentuk tangga menjadi hal yang menarik untuk dibahas dikarenakan bentuk tangga sendiri dibagi menjadi dua, tangga biasa yang berbentuk tingkatan dan juga tangga yang bisa digunakan untuk pengguna kursi roda. Tangga ini dibuat tanpa adanya tingkatan dan didesain halus untuk mempermudah pengguna kursi roda (Indriastjario et al., 2018).
Analisa desain universal sendiri tidak harus difokuskan kepada bagaimana bentuk bangunan yang ingin dibuat, akan tetapi juga intention apa yang digunakan selama pembentukannya. Kita sendiri tahu bahwa penyandang disabilitas sendiri memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas yang mempermudah mereka.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peraturan serta kebijakan pemerintah yang mengatur terkait dengan aksesibilitas. Kebijakannya adalah beberapa yang sudah disebutkan diatas, salah satunya adalah UU No. 19 Tahun 2011 yang kewajiban negara untuk menyediakan fasilitas yang mumpuni bagi penyandang disabilitas.
Dalam intensinya juga pasti ada kesejahteraan yang ingin dicapai oleh pembuat kebijakan dan juga keinginan untuk mendapatkan keadilan bagi segala kalangan. Pentingnya akhirnya untuk menggunakan prinsip desain yang universal dan tidak hanya terfokus kepada estetika.
Apa gunanya desain yang indah tanpa adanya kegunaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pun akhirnya bila melihat estetika yang disesuaikan dengan desain universal justru menjadi sebuah poin tambahan dimana estetika yang diiringi dengan kegunaan.
*) Yasmin Mulia Kurniawan mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Brawijaya angkatan 2021
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email [email protected]. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi