Sebagian wartawan sering terlihat diasingkan oleh instansi pemerintah baik dari pihak keamanan maupun pembisnis yang dianggap akan merugikan usaha kepentingan pribadinya, hal itu disebabkan profesionalisme wartawan yang tidak dihargai.
Hali itu bisa juga disebabkan pemberitaan yang ditulis merupakan fakta yang terjadi sehingga menyebabkan kerugian terhadap pribadi mereka, baik materil maupun martabatnya, sehingga menggunakan jabatannya agar tidak menggubris wartawan yang profesional yang dianggap tidak bisa dijadikan mitra.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jurnalis adalah seorang yang berprofesi mengumpulkan dan menulis pemberitaan, baik itu di media cetak maupun elektronik. Sementara, wartawan diartikan sebagai orang yang berprofesi mencari dan menyusun berita.
Berbicara terkait tugas seorang jurnalis, kembali pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pokok pers, dengan adanya undang-undang tersebut membuka ruang lebih bagi kebebasan pers dalam menulis berita.
Dalam Undang-Undang Pers tersebut, wartawan maupun jurnalis harus benar-benar netral dan tidak memihak sehingga menuliskan berita yang berimbang.
Jurnalis maupun wartawan sering mendapatkan ancaman dan intimidasi, seperti kejadian pembakaran rumah wartawan Sempurna dari media Tribrata TV yang mengungkapkan tempat lapak Judi di Jalan Nabung Surbakti, Kecamatan Kabanjahe, Kamis 27 Juni 2024. Sehingga mengakibat dari kejadian itu, wartawan dan tiga anggota keluarganya tewas di tempat.
Tidak hanya itu, sering kita mendengar intimidasi dan ancaman dari tahun ke tahun pasti ada insiden mengerikan di alami oleh wartawan di seluruh nusantara.
Hal itu tidak terlepas dari profesionalisme wartawan, sehingga terjadi pilah memilah sesama jurnalis karena ada sesuatu yang dirahasiakan di balik sebuah kejadian yang menguntungkan sebelah pihak, sehingga informasi disampaikan yang secara fakta dianggap fiktif.
Tidak hanya di masalah informasi saja, perkara tersebut ikut dilibatkan keluarga sang jurnalis, sehingga tukang pena tersebut tak bisa lagi menulis akibat ancaman yang dibuat.
Atas dasar tersebut, penjaminan kemerdekaan pers untuk memenuhi hak publik agar memperoleh informasi yang benar jurnalis merasa tertekan dengan adanya kejadian ancaman, intimidasi sampai dengan pengasingan jurnalis.
Wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme, sehingga harus berdasarkan 11 kodek etik yakni:
1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Dengan ini jurnalis maupun wartawan mereka berhak menjalankan tugasnya, bukan malah diasingkan dan tidak dianggap sebagai mitra.
Hal ini menjadi problema yang identik pilih kasih gegara profesionalnya seorang jurnalis yang mengakibatkan jurnalis diasingkan.
Dengan kejadian tersebut, jurnalis yang dianggap bisa bersinergi dengan petinggi dan pembisnis menjadi mitra bagi mereka sehingga informasi yang sebenarnya disulap menjadi fiktif.
Begitulah retorika yang terjadi saat ini yang membuat publik masih belum yakin pemberitaan yang sebenarnya dari seorang jurnalis, hal itu di sebabkan adanya berita fiktif yang dibuat untuk menghadang kejadian sebenarnya.
*) Alfianpasee adalah seorang wartawan yang bertugas di Kabupaten Aceh Barat, Aceh.
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id.
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
*Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
*Berikan keterangan OPINI di kolom subjek.
*Panjang naskah maksimal 800 kata.
*Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP.
*Hak muat redaksi. (*)