Memutus Penyebaran Informasi Bohong dan Pencemaran Nama Baik di Era Digital Berdasarkan UU ITE

Editor: Mustopa

10 September 2024 13:45 10 Sep 2024 13:45

Thumbnail Memutus Penyebaran Informasi Bohong dan Pencemaran Nama Baik di Era Digital Berdasarkan UU ITE Watermark Ketik
Oleh: Maulana MPM Djamal Syah*

Di era digital saat ini, penyebaran informasi melalui sarana elektronik seperti media sosial, blog, dan platform komunikasi lainnya menjadi semakin mudah dan cepat. Namun, kemudahan ini juga membawa dampak negatif, salah satunya adalah munculnya berita bohong (hoaks) dan pencemaran nama baik. 

Kedua bentuk penyalahgunaan informasi ini telah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terutama dalam Pasal 27A UU No. 1 Tahun 2024 yang menyoroti pencemaran nama baik dalam bentuk informasi elektronik yang disebarkan melalui sistem elektronik.

Teknologi komunikasi yang berkembang pesat memungkinkan siapa saja untuk berbagi informasi dalam hitungan detik. Sayangnya, tidak semua informasi yang disebarluaskan di internet memiliki dasar yang valid. 

Informasi bohong atau hoaks sering kali dibuat untuk menyesatkan masyarakat, menciptakan kepanikan, atau bahkan merusak reputasi individu maupun institusi. Dalam beberapa kasus, informasi bohong ini disertai dengan pencemaran nama baik, yang dapat berdampak besar pada kehidupan pribadi dan profesional seseorang.

Kasus-kasus semacam ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap media dan informasi yang beredar. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret untuk memutus penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik guna menjaga stabilitas informasi yang sehat dalam masyarakat.

UU ITE memberikan landasan hukum yang kuat bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh penyebaran informasi palsu atau pencemaran nama baik. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2024, tindakan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui sarana elektronik dapat dilaporkan sebagai tindak pidana. Mekanisme hukum yang disediakan ini bertujuan untuk melindungi hak-hak individu serta menjaga tata tertib informasi di ruang publik digital.

Proses hukum dimulai dari pelaporan ke kepolisian dengan menyertakan bukti yang jelas, seperti tangkapan layar, rekaman, atau tautan yang mengarah pada konten bermasalah. Setelah laporan diterima, Kepolisian akan melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan UU ITE terpenuhi. 

Jika terbukti, pelaku penyebaran berita bohong atau pencemaran nama baik dapat dikenai sanksi pidana, yang mencakup denda atau kurungan penjara.

Terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk memutus penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik melalui sarana elektronik, yaitu:

1. Pelaporan resmi ke kepolisian.

Langkah pertama adalah melaporkan insiden pencemaran nama baik ke Kepolisian. Dengan demikian, proses hukum dapat dimulai, dan pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya.

2. Pengumpulan bukti elektronik. 

Korban atau pihak yang dirugikan harus mengumpulkan bukti sebanyak mungkin. Ini bisa berupa tangkapan layar dari pesan atau komentar, tautan, rekaman suara, atau bentuk bukti lainnya yang menguatkan klaim pencemaran nama baik.

3. Penghentian konten di platform. 

Dalam beberapa kasus, korban dapat menghubungi platform digital tempat konten tersebut disebarluaskan, meminta konten untuk dihapus, atau akun pelaku untuk diblokir. Beberapa platform seperti Facebook, Instagram, atau Twitter telah memiliki kebijakan yang jelas terkait penanganan konten negatif.

4. Penyebaran klarifikasi atau pemulihan reputasi. 

Korban juga dapat memilih untuk melakukan klarifikasi publik melalui saluran media resmi atau hukum. Ini penting untuk memperbaiki citra yang telah rusak akibat penyebaran informasi palsu.

Selain upaya hukum, penting bagi masyarakat untuk memiliki literasi digital yang baik. Dengan pemahaman yang kuat tentang cara memverifikasi informasi dan menyadari konsekuensi hukum dari penyebaran konten palsu, kita dapat bersama-sama meminimalkan risiko hoaks dan pencemaran nama baik di dunia digital. 

Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya etika berkomunikasi di media sosial dan dampak negatif dari menyebarkan informasi tanpa dasar adalah langkah pencegahan yang tidak kalah penting.

Memutus penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik melalui sarana elektronik bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga memerlukan peran aktif dari aparat penegak hukum dan platform digital. 

Dengan adanya regulasi yang jelas melalui UU ITE, proses penegakan hukum terhadap pelaku dapat dilaksanakan dengan baik, sekaligus memberikan perlindungan yang memadai bagi korban. Di sisi lain, peningkatan literasi digital juga harus terus didorong agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan teknologi informasi, sehingga ekosistem informasi yang sehat dan bertanggung jawab dapat terwujud.

*) Maulana MPM Djamal Syah, SH, MH adalah Ketua YLBH Halmahera Selatan

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

Memutus Penyebaran Informasi Hoax Maulana MPM Djamal Syah opini