Beberapa bulan lagi kita akan mengadakan pesta Demokrasi rutin 5 tahunan. Seperti beberapa waktu sebelumnya pemilihan umum (Pemilu) ini menjadi “magic moment” bagi pemangku kepentingan maupun kalangan-kalangan tertentu.
Momentum pemilu menjadi energi positif bagi penyelenggara maupun peserta pemilu. Sebagai penyelenggara mereka akan sibuk dengan berbagai persiapan tahapan-tahapan pemilu.
Sebagai peserta pemilu tentunya persiapan untuk menjadi “kemanten” juga dipersiapkan sedemikian rupa, agar mereka terpilih menjadi wakil rakyat, kepala daerah maupun presiden.
Pemilihan umum 2024 sudah ditetapkan oleh KPU RI yakni tanggal 14 Februari 2024. Sebelum momentum pesta demokrasi ini, banyak tentunya tahapan-tahapan yang akan dilalui penyelenggara dan peserta pemilu.
Semisal masa kampanye yang memiliki durasi cukup panjang, mulai tanggal 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Hal ini banyak menyerap regulasi putaran roda ekonomi mikro di kalangan masyarakat bawah. Contoh catering, penyewaan transportasi, MICE dan banyak usaha kecil lainnya yang akan terlibat.
Beberapa waktu lalu perekonomian kita dihantam dengan Covid-19. Negara kita mengalami kerugian ekonomi mencapai Rp.1.356 Triliun (Harian Kompas April 2021). Maka dari itulah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional diselenggaran event-event bertaraf nasional maupun Internasional. Salah satunya G20 dan KTT ASEAN.
Penyelenggaran Pemilu 2024 memiliki tonggak penting dalam pemulihan dan regulasi perekonomian rakyat. Hal ini menjadi bagian dari terbukanya peluang pasar dan menjadi kebutuhan-kebutuhan pesta demokrasi. Contohnya percetakan dan konveksi sablon. Mereka meningkat drastis dalam pemesanan baliho dan atribut lainnya. Selain itu, ada sarana transportasi yang menjadi “jantung” mobilitas para penyelenggara dan peserta pemilu.
Pemilihan Umum di Indonesia sudah belangsung semenjak 1955. Masyarakat sudah tidak asing dengan momen sakral 5 tahunan ini. Publik semakin dewasa dalam memilih calon wakil rakyat mereka dalam kontentasi ini.
Dalam konsep konsolidasi demokrasi menurut Dankwart Rustow, terjadi pendewasaan melalui internalisasi norma, prosedur, dan harapan demokrasi dalam aturan berpolitik (Diamond, 1999:65).
Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024, pemerintah Indonesia telah mengarahkan upaya untuk mencapai konsolidasi demokrasi.
Terdapat beberapa ancaman yang harus diwaspadai dalam konsolidasi demokrasi terkait Pemilu 2024. Salah satunya adalah penyebaran hoaks, berita bohong, disinformasi, dan misinformasi yang dapat mempengaruhi pemilih. Politik identitas yang menggunakan isu agama, etnisitas, dan suku juga harus dihindari, karena dapat memecah belah masyarakat.
Ancaman lainnya termasuk politik permusuhan atau politik demagogi yang menciptakan permusuhan melalui ujaran kebencian, kampanye hitam, politik uang, serta pelibatan aparatur pemerintahan yang dapat mempengaruhi pilihan politik pemilih. Politik intimidasi juga merupakan ancaman serius, di mana pemilih diancam untuk memilih kontestan elektoral tertentu.
Dalam upaya mencapai konsolidasi demokrasi, beberapa indikator perlu diperhatikan. Pertama, sistem ketatanegaraan harus semakin demokratis, dengan konsistensi dalam pengaturan penyelenggaraan pemilu. Pemilu harus dilaksanakan secara adil, berintegritas, efektif, dan efisien.
Hak-hak konstitusional pemilih dan kontestan elektoral (partai/kandidat) harus terpenuhi, dan literasi pemilu dan demokrasi harus ditingkatkan agar pemilih dapat berpartisipasi secara aktif dan rasional dalam seluruh tahapan pemilu.
Target partisipasi pemilih nasional yang telah ditetapkan sebesar 77,5% dalam Pemilu Serentak dan Pemilihan Serentak Nasional 2024 juga harus tercapai. Pelanggaran regulasi dan etika oleh penyelenggara dan peserta pemilu harus diminimalisir, dan tidak boleh ada pelanggaran pemilu oleh kontestan elektoral (partai politik/kandidat).
Keberhasilan dalam menegakkan keadilan pemilu melalui penegakan hukum yang berintegritas, pers yang independen dan memberikan informasi yang objektif kepada pemilih, serta keterlibatan aktif masyarakat sipil, termasuk organisasi non-pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam edukasi pemilih, pemantauan pemilu, dan memberikan kritik konstruktif terhadap praktek demokrasi elektoral juga sangat penting. Selain itu, perlu diciptakan suasana politik elektoral yang damai dan kondusif.
Keberhasilan dalam membangun politik akan menjadi pendorong bagi keberhasilan pembangunan di sektor lain, seperti ekonomi, sosial, dan infrastruktur. Partisipasi dalam Pemilu/Pemilihan merupakan manifestasi dari nasionalisme. Kesuksesan Pemilu/Pemilihan berarti kesuksesan bagi demokrasi Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, kita perlu memiliki komitmen untuk bekerja sama dan berkolaborasi dalam mensukseskan penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan Serentak 2024 sesuai dengan bidang, tugas, dan kemampuan masing-masing.
Salah satu hasil yang diharapkan dari konsolidasi demokrasi adalah meningkatnya legitimasi politik masyarakat terhadap pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu/Pemilihan serentak 2024.
Ruwatan soliditas bangsa adalah tanggung jawab bersama untuk menjaga persatuan dan kesatuan, serta membangun kekuatan dari keragaman yang ada dalam masyarakat Indonesia. Melalui proses Pemilu yang konsolidatif, kita dapat memperkuat fondasi demokrasi dan membangun masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini.
*) Fajar Satrio Bangun Wibowo, S.Pd, pengajar Komunikasi Pariwisata Ilmu Komunikasi Universitas Gajayana Malang. Pembakti Kampung Kabupaten Probolinggo
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email [email protected]. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi