Tradisi Makmeugang di Simeulue

Editor: Mustopa

18 Juni 2024 05:39 18 Jun 2024 05:39

Thumbnail Tradisi Makmeugang di Simeulue Watermark Ketik
Oleh: Ramadhan Dandi*

Tradisi Makmeugang atau mamagang merupakan tradisi adat Aceh yang turun temurun dilaksanakan setiap menyambut hari besar Islam seperti menyambut puasa Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.

Kajian Manuskrip

Dalam Undang-Undang Dasar Kerajaaan Aceh (Qanun Meukuta Alam Asyi), disebutkan jika sampai tahun hampir Hari Makmeugang, baik makmeugang puasa, makmeugang hari raya fitrah, dan makneugang hari raya Haji, maka kira satu bulan lagi tajuh hari makmeugang, hendaklah Keuchik-Keuchik dan Waki Umum Meunasah dan Tuha Peuet, diwajibkan untuk memeriksa dalam kampungnya masing-masing, berapa banyak orang fakir miskin, Inong balee, yatim piatu, orang sakit lumpuh, orang buta, serta orang yang sudah tua tidak bisa lagi bekerja mencari nafkah.

Semua jumlah orang itu, harus diberi tahu oleh Keuchik pada Imum Mukim nya masing. Lalu Umum Mukim melaporkan semua jumlah orang tadi kepada Uleebalang wilayahnya masing-masing.

Setelah semua Uleebalang menerima jumlah orang fakir miskin, yatim piatu, orang sakit lumpuh, orang buta dan orang tua yang tidak dapat lagi mencari nafkah. Maka Uleebalang melaporkan semua jumlah orang itu kepada Sultan yang memimpin kerajaan Aceh Darussalam.

Berdasarkan jumlah itu, maka Sultan Aceh memerintahkan prajurit, membentuk siasatnya untuk membangun gudang dan balai silaturrahmi, untuk mengambil dirham dan kain guna membeli kerbau atau sapi untuk dipotong di Hari Makmeugang.

Semua perbekalan itu disuruh kirim oleh Sultan Aceh kepada Keuchik masing-masing unfuj dibagikan kepada orang-orang fakir miskin, yatim piatu, orang sakit lumpuh, orang buta, dan orang tua yang tak lagi bisa mencari nafkah, berdasarkan jumlah yang telah dicatat oleh Keuchik dalam kampungnya masing.

Hadiah dari Sultan Aceh yg disebut "Kurnia Sultan di Hari Makmeugang" ini, mendapat uang seemas daging, dan lima emas uang belanja selama bulan puasa, serta enam hasta kain. Dan hadiah Sultan Aceh kepada rakyat yang tidak mampu ini setiap hari makmeugang diatur dalam Undang-Undang kerajaan Aceh Darussalam, yaitu dalam Qanun Meukuta Alam Asyi. 

Persoalan hari makmeugang dalam masyarakat Aceh bukan tradisi main-main, tapi dulu telah diatur dalam Undang-Undang Negara Kerajaan Aceh. Tanggung jawab seorang pemimpin terhadap rakyatnya di hari makmeugang, masih terlihat hingga tahun 1960-1970-an. 

Di era-era itu, seorang Keuchik belum bisa tidur di malam makmeugang, bila masih ada di antara warga kampungnya yang tidak bisa beli daging di pagi hari makmeugang.

Sehingga seorang Keuchik di malam makmeugang itu harus mengelilingi kampungnya, untuk memeriksa apakah ada di antara warga kampungnya yang belum bisa membeli daging makmeugang esok paginya. 

Kalau masih terdapat warga kampung yang belum tahu bagaimana harus membeli daging besok pagi. Sang Keuchik mengeluarkan uang pribadinya agar warga itu dapat membeli daging dipagi hari makmeugang. Nyan ban Keuchik jameun.

Mamagang Simeulue

Sebagai Nagari Kepulauan dalam istilah prasasti Pagarung, Simeulue yang merupakan bangsa dari Proto Melayu Yunan Selatan juga melaksanakan tradisi meugang atau mamagang tiap menyambut puasa Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, dikarenakan pribumi Simeulue 95 persen beragama Islam, tradisi turun temurun ini sudah diperkenalkan Sultan Aceh ke masyarakat Simeulue dengan tata cara yang sama.

Namun jika dilihat dengan cara yang sekarang bahwa tradisi tersebut tidak lagi berjalan dengan apa yang telah di Qanun-kan sultan Aceh yang disebut dengan "Kurnia Sultan di Hari Makmeugang"

Terlihat perbedaannya bahwa tradisi makmeugang sekarang, daging sapi atau kerbau tidak lagi sumbangan dari para pemimpin, seperti Ulee Balang, Tuha Peut dan Keucik untuk rakyatnya, melainkan dengan cara membeli dengan intensitas harga yang mahal.

Tradisi di ujung tanduk, harusnya kita berpegang pada pesan Indatu moyang dalam sebuah pesan Hade maja. Adat Bak Po Teumeureuhom, Hukom Bak Syah Kuala, Qanun Bak Putroe Phang, Reusam Bak Laksama.

Mate Aneuk Meupat Jeurat, Gadoh Adat Pat Tamita. (Sultan Iskandar Muda Mahkuta Alam)

Sebuah tradisi itu akan tetap berjalan jika generasinya tetap berpegang teguh dengan sebuah pesan leluhur, namun sebaliknya akan hilang jika generasinya buta akan sebuah tradisi.

*) Ramadhan Dandi merupakan pemerhati sejarah, budaya, adat dan tradisi Kabupaten Simeulue

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

opini Hari Makmeugang Simeulue Ramadhan Dandi