Hari ini, 14 Mei 2023, Imam Utomo yang pernah menjadi gubernur Jawa Timur (Jatim) genap berusia 80 tahun. Sebagai ucapan selamat ulang tahun, berikut ini 'kado' sekilas catatan sosok Imam Utomo dan kiprahnya.
Dalam suatu acara informal di sebuah masjid di kawasan Margorejo, Surabaya, seorang jurnalis mengusulkan agar Mayjen TNI (Purn) H.Imam Utomo, mantan Gubernur Jatim yang baru lengser pada 2008, menulis buku otobiografinya.
“Opo? Nulis buku? Sopo arep moco bukune Imam Utomo,” jawab Imam Utomo spontan, dengan bahasa Jawa.
Beberapa orang teman dekat yang mendampingi tokoh itu tertawa mendengar jawaban tersebut. Orang bisa menafsirkan macam-macam jawaban itu. Tetapi orang-orang yang mengenal betul pasti sudah paham, itulah salah satu karakter Imam Utomo. Kerendahhatian dari sononya..
Sebagai Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo sudah pasti memiliki prestasi yang luar biasa. Itulah sebabnya masyarakat Jatim mempercayakan kepemimpinan Jatim untuk dua periode, yang kedua didampingi oleh Dr H. Soenarjo sebagai wakil gubernur. Namun kalau ditanya apa prestasi Imam Utomo yang menonjol selama masa kepemimpinannya, orang pasti akan berpikir dulu untuk menjawabnya.
Begitulah Imam Utomo. Ia bukan pemimpin yang gegap gempita yang menghasilkan prestasi mercusuar sehingga gampang dikenang orang. Tetapi masyarakat Jawa Timur pasti akan mencatat, bagaimana dia bisa bertahan di bawah 4 kepresidenan, B.J. Habibie, KH Abdurrachman Wachid, Megawati Soekarnoputri dan Soesilo Bambang Yudhoyono. Selama masa kepemimpinannya (1998-2003 dan 2003-2008) suasana Jawa Timur sangatlah tenang. Padahal pada masa-masa itu adalah puncak dari gejolak perubahan bangsa kita yang penuh ketidakpastian, kemerosotan hampir di semua bidang termasuk ekonomi.
Meski demikian, Imam Utomo bukan tak sepi prestasi. Sampai masa tiga tahun sebagai Gubernur Jawa Timur dalam periode kedua, Imam banyak mendapatkan penghargaan nasional termasuk beberapa kali yang diserahkan langsung oleh presiden. Secara berkelakar seorang pejabat pemprov mengatakan bahwa mungkin saja presiden ‘bosan’ melihat Imam Utomo berkali-kali menerima penghargaan atas prestasinya. “Tetapi apa mau dikata, wong prestasi-prestasi ini memang dicapai Gubernur Imam Utomo,” kata pejabat itu.
Salah satu keberhasilan Imam Utomo adalah dalam mengegolkan pembangunan Jembatan Suramadu. Bukan karena jembatan itu sudah sejak tahun 1950-an digagas, tetapi yang lebih penting adalah, jembatan ini sangat strategis sebagai kunci kemajuan Madura yang selama ini merupakan kawasan yang relatif tertinggal dibandingkan daerah lainnya di Jatim.
Keberhasilan pembangunan Jembatan Suramadu memang dipertaruhkan karena hal itu juga berarti tumbuhnya lapangan kerja karena industri masuk Madura. Ini berarti membukakan kesempatan kerja bagi ribuan tenaga penganggur yang juga masih dihadapi Provinsi Jatim. Jauh lebih luas lagi, Jembatan Suramadu ini adalah tonggak kemajuan masyarakat provinsi ini di segala sektor. (Bahwa ekspektasi terhadap perkembangan kawasan Madura kemudian tidak seperti yang diharapkan, hal itu di luar jangkauan banyak pihak. Termasuk Imam Utomo)
Namun, Imam Utomo tidak lantas membusungkan dada atas kenyataan ini. Ia seperti biasanya tetap kalem dan rendah hati. Baginya, keberhasilan pembangunan Jembatan Suramadu adalah keberhasilan seluruh masyarakat Jawa Timur. Selain itu, kenyataannya masih banyak rakyat di Jawa Timur yang hidup miskin. Bencana alam juga datang silih berganti, antara lain bencana banjir, termasuk banjir lumpur yang tak terduga akibat pengeboran minyak oleh PT Lapindo Brantas di daerah Porong, Sidoarjo, sejak pertengahan tahun 2006.
Luapan lumpur tersebut tak bisa dihentikan, bahkan menenggelamkan ribuan rumah penduduk, sampai semburan lumpur itu berhenti sendiri. Dampak lainnya adalah ditutupnya Jalan Tol Porong, hal yang menimbulkan akibat buruk berantai terhadap ekonomi dan sosial Provinsi Jawa Timur. Banyak industri terpukul akibat bencana lumpur tersebut. Orang banyak menduga, Imam Utomo masygul karena banyak capaian-capaiannya yang rusak akibat luapan lumpur di Porong.
Tetapi warga Jawa Timur kiranya tetap terkesan pada pemimpinnya ini. Dari sisi kepribadian, laki-laki kelahiran Jombang 14 Mei 1943 ini seolah kontras dengan ciri masyarakat Jawa Timur yang dinamis dan meledak-ledak karena Imam Utomo justru tenang.
Tapi mungkin itulah sosok yang dibutuhkan ketika situasi sedang sangat bergejolak. Dengan suasana yang tetap tenang, perubahan bisa dijalani dengan lebih adem dan kepastian akan menggampangkan gerak ekonomi. Yang lebih penting lagi masyarakat seakan merasakan ketenangan menjalani kehidupan dengan baik.
Utamakan Musyawarah
Ciri lain yang menonjol dari putra pasangan Suparno (almarhum) dengan Hj. Rukayah ini adalah optimisme yang mengalir dalam dirinya pada keadaan seperti apapun. Inilah kunci lain yang membuat dirinya mampu memimpin provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 35 juta jiwa ini. “Saya lebih mengutamakan musyawarah dan kekeluargaan untuk menyelesaikan masalah,” kata suami Hj Anik Triwinarni ini.
Imam Utomo yang pernah menjabat Danrem Bhaskara Jaya ini merupakan sosok yang dalam perjalanan hidupnya sangat dipengaruhi jalan hidup orang Jawa dan tentu saja kultur santri yang kental karena lahir di Kota Santri Jombang. Ia menjalani hidup sesuai falsafah Jawa yakni ngudarasa, among rasa, mijil tresna dan agawe karya. Ngudarasa berarti mengenali perasaan dalam diri.
Among rasa adalah mengendalikan dan menata perasaan sehingga bisa melihat hal yang baik dan buruk. Minjil tresna artinya berusaha mewujudkan sesuatu dengan kecintaan bukan kebencian. Dan pada akhirnya orang memang harus menghasilkan karya atau agawe karya. Tanpa membuat karya, orang tidak akan punya manfaat bagi orang lain. Apalagi sebagai pemimpin, jika tidak mampu menghasilkan karya ia hanya akan menjadi beban bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Meski demikian, ayah empat putra-putri (Andrianingrum, Agusanto B, Trisniartami dan Tantuko Adi), ini tetap saja memiliki karakter seperti umumnya masyarakat Jatim yakni keterbukaan. Ia bersikap terbuka kepada siapapun.
Demikian juga ia mengharap sikap serupa dari orang lain. Karena itu ia bisa mengkritik orang lain dan tentu saja juga bawahannya tetapi ia tak alergi terhadap kritik. “Ini lebih saya sukai sehingga persoalan bisa diselesaikan dengan lebih baik, lebih terbuka,” katanya.
Kepemimpinan Imam Utomo yang mengutamakan silaturahmi dan keterbukaan tersebut membawanya dipercaya menjadi Ketua Palang Merah Jawa Timur, setelah tidak menjadi Gubernur. Dengan posisinya itu, Imam Utomo dapat tetap berdekatan dengan masyarakat Jawa Timur. Bantuan-bantuan dari PMI sering tersalurkan dengan cepat.
Kesederhamaan Imam Utomo itu rupanya sudah dibawanya sejak kecil di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Ngoro, Jombang. Widjono Suparno, salah satu adiknya, mengatakan, kakaknya tersebut waktu kecil terbiasa bermain di sawah dan sungai kecil. “ Kalau ada lori pengangkut tebu ya ramai-ramai dengan teman-temannya bisa menikmati tebu tersebut, Kan memang dekat pabrik gula,” kata mantan Wakil Bupati Jombang tersebut.
Kecintaan Imam Utomo pada kehidupan pedesaan tersebut, diwujudkannya dengan merawat sebuah perkebunan di Desa Ngembal, Pasuruan. Banyak temannya sering diajaknya menikmati hasil bumi dan buah-buahan di perkebuban tersebut.
Mungkin kesederhanaan dan biasa berpikir positif pada orang lain itulah, Imam Utomo pernah menjadi korban penipuan. Imam Utomo, sebagai Komisaris sebuah perusahaan, ditipu 2 orang yang mengaku memiliki lahan batubara di Barito, Kalimantan. Imam Utomo rugi lebih dari Rp 8 miliar.
Komandan Peleton
Dalam meniti kariernya, Imam Utomo benar-benar berangkat dari bawah. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang pada 1965 pada Agustus tahun berikutnya ia diangkat sebagai Komandan Peleton I/A/404. Ia hanya menjabat enam bulan di tempat itu karena pada 1 Februari 1967 ia diangkat sebagai pelatih di Rindam IV. Setelah itu ia menjadi Wakil Komandan Kompi A/144 sebelum akhirnya menjadi Komandan.
Tiga tahun kemudian, melalui Surat Keputusan (SKEP) 11413/2/1971 Kapten Imam Utomo diangkat sebagai PASI I Yonif 141, tahun 1973 menjadi PASI 2/OPS Brigif 8 dan Jabatan Komandan Batalyon inf 742 kemudian disandangnya.
Pada tahun 1980, dengan pangkat Letnan Kolonel, Imam ditugasi sebagai Karo Binkar Disdalkar. Jabatan itu hanya disandang satu tahun karena ia kemudian ditunjuk Kansaf Brigif 2 Kostrad yang kedudukan di Malang.
Barulah setelah itu Imam masuk di Kodam V Brawijaya sebagai Wakil Asisten Operasi, lalu Kansaf Korem 091/DSJ pada 1985, dan tahun berikutnya sebagai Komandan Brigif 18 Kostrad.
Namun Imam Utomo rupanya telah ditakdirkan cocok di Jatim, karena tidak lama kemudian ia ditarik ke Surabaya dan menjadi Aspers Kasdam V Brawijaya dan menjadi Paban 3/Binkar Spersad. Jabatan yang strategis sebagai Komandan Korem 084 Bhaskara Jaya kemudian dipegangnya. Jabatan ini dipegangnya tiga tahun sebelum akhirnya menjadi Kansaf Kodam, kemudian sebentar ditarik ke Jakarta sebagai Aspers KSAD sebelum akhirnya diangkat sebagai Pangdam V/Brawijaya pada 1 Februari 1995.
Sebagai pangdam, Imam Utomo memegang jabatan itu selama dua tahun enam bulan, kemudian ditarik ke Jakarta untuk menjadi anggota DPR RI dari F-ABRI sejak 29 Agustus 1997. Baru setahun menjadi wakil rakyat, Imam dicalonkan menjadi gubernur dan akhirnya terpilih dalam pemilihan di DPRD Jatim, mengalahkan incumbent Mayjen (Purn) Basofi Sudirman. Ia dilantik sebagai Gubernur Jatim pada 26 Agustus 1998.
Pada 2008 setelah memimpin Jatim sekitar 10 tahun, Imam Utomo meletakkan jabatannya dan menyerahkannya kepada pemimpin baru Gubernur Dr Soekarwo (didampingi Wakil Gubernur Saifullah Yusuf) yang terpilih secara langsung dalam pilkada.
Di mana tempat Imam Utomo dalam sejarah provinsi ini? Jawabnya tentu ada di masing-masing hati rakyat daerah ini. Tetapi Imam Utomo setidaknya bisa menjalani pensiun dengan tenang dan tanpa beban. “Pasalnya, ia sudah dikenal sebagai sosok gubernur pekerja keras dan selalu bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya,” kata seorang pimpinan DPRD Jawa Timur.(*)
*) Oleh Djoko Pitono adalah Veteran Jurnalis, editor buku di JPBooks, Jawa Pos
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email [email protected]. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi