Awal tahun 2020, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dilaunching pemerintah menjadi program progresif dalam aspek pendidikan. Pada saat yang sama juga diresmikan keempat kebijakan mengenai MBKM.
Pertama, mengenai otonomi perguruan tinggi atau swasta untuk membuka program studi baru. Kedua, program re-akreditasi yang ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
Ketiga, terkait kebebasan PTN menjadi PTN-BH. Keempat, pemberian kebebasan bagi mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar program studi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).
Program MBKM menjadi program flagship Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanmuntuk meningkatkan kompetensi. MBKM menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berkarya dan berproses lebih agar dapat siap di kehidupan setelah perkuliahan.
Program yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim ini memiliki banyak kegiatan-kegiatan yang bisa diikuti oleh mahasiswa sesuai minat dan bakatnya. Sebut saja Magang bersertifikat, Studi Independen, Kampus mengajar, Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Membangun Desa (KKN Tematik), Riset atau Penelitian dan Wirausaha.
Tak selalu di depan kelas dan mendengarkan dosen berbicara atau melakukan presentasi di depan kelas, MBKM menghadirkan pengalaman dan pembelajaran menarik di luar kampus yang bahkan tidak mungkin didapatkan di dalam kampus sekalipun.
Hal ini menjadi harapan dari merdeka belajar kampus merdeka untuk mahasiswa mendapatkan pengalaman dan kompetensi yang hanya didapatkan di luar kampus guna mempersiapkan mahasiswa di dunia setelah mereka lulus dari kampus.
Merelevansikan Kampus dengan Industri
Mahasiswa walaupun sudah lulus dari dunia perkuliahan namun saat ini mau tidak mau mahasiswa harus relevan dalam dunia kerja. Pada tahun 2018 Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) Intan Ahmad yang dikutip dari Media Indonesia, menurutnya lulusan Universitas di Indonesianharus memiliki relevansi di revolusi Industri 4.0.
Hal ini bukan tanpa alasan menurutnya mahasiswa lulusan Universitas masih lemah akan keterampilan menulis dan jiwa kepemimpinan. Dikarenakan 2018 belum dimulai kurikulum merdeka belajar, Intan pada saat itu berharap kampus dan industri harus berbicara mengenai hal ini.
Relevansi akan dunia kerja juga dibuktikan melalui jurnal yang berjudul “Analisis Relevansi Lulusan Perguruan Tinggi Dengan Dunia Kerja”. Pada jurnal yang diteliti pada alumni Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta ini ditemukan bahwa terdapat 40.9 persenalumni yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan 53,8 persen sisanya tidak kesulitan.
Namun, dari angkatan yang kesulitan mendapatkan pekerjaan ini 20,4 persen kesulitan dikarenakan lowongan tidak sesuai dengan kompetensi yang didapat di perkuliahan dan 19, 4 persen mengalami kesulitan karena tidak ada lowongan yang terkait dengan pendidikan ekonomi.
Dari data yang diterbitkan 2012 ini cukup mencerminkan bahwa lulusan Universitas di Indonesia belum secara baik menyerap di pekerjaan-pekerjaan yang sesuai atau industri terkait. Dan dari data ini juga
Indonesia membutuhkan sebuah solusi untuk memberikan keterampilan lain bagi mahasiswanya di luar lingkup perkuliahan. Melihat kondisi alumni perguruan tinggi Indonesia yang kurang memiliki relevansi dengan industri, merdeka belajar kampus merdeka sepertinya dapat menjadi pelipur lara dari mahasiswa yang khawatir akan relevansi kompetensi yang didapatkan di kuliah dengan industri.
Merdeka belajar yang memiliki program magang di perusahaan-perusahaan swasta atau di lingkup pemerintahan memberikan kompetensi soft skill yang cocok dan relevan di dunia kerja secara konkret. Tak hanya kompetensi, mahasiswa menjadi penting mendapatkan pengalaman serta atmosfer di dunia kerja.
Relevansi untuk masuk ke industri yang didambakan oleh mahasiswa di segarkan dengan kemudahan mendaftar magang dengan program merdeka belajar kampus merdeka (MBKM). Sejak 2021 program MBKM sudah semakin bertambah jumlahnya.
Jika pada tahun 2021 kegiatan magang dan studi independen (MSIB) hanya diikuti 13 ribu mahasiswa, pada tahun 2023 angkanya meroket hingga di angka 36 ribu mahasiswa dari 800 perguruan tinggi berpartisipasi dalam sub-program MBKM ini.
Namun, dibandingkan dengan banyaknya mahasiswa di Indonesia, masih cukup sedikit. Oleh karena itu MBKM ini harus tetap dikebut dan semakin dioptimalkan untuk dapat menjadi fasilitator untuk menuju Indonesia Emas 2045.
*) Romi Arifin adalah mahasiswa Universitas Brawijaya dan Pimpinan Divisi Litbang LPM Perspektif FISIP UB
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id*
***) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email [email protected]
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)