Menjelang tahun politik Pemilu 2024 mulai terasa. Suasana memang belum panas. Rasanya masih hangat-hangat kuku (bahas Jawa). Kalau diukur dengan termometer baru sampai 30 - 35 derajat celsius. Wajar, ibarat kendaraan sebelum gas pol perlu pemanasan agar larinya kencang.
Memasuki tahun politik bulan ini di pusat memang beda dengan di daerah. Di pusat para petinggi partai masih tarik ulur mencari koalisi. Tujuannya bersatu ingin memilih pimpinan nasional untuk lima tahun ke depan. Masyarakat awam tentunya tak akan mikir dunia perpolitikan yang dinamis. Lima tahun mendatang yang penting rakyat bisa sejahtera. Sejahtera yang hakiki bukan sulapan.
Kehangatan menjelang tahun politik di daerah mulai terasa. Hiruk pikuk di daerah ditandai oleh kegiatan para caleg (calon legislatif). Padahal masa kampanye pemilihan anggota legislatif ini baru dimulai tanggal 28 Nopember 2023 sampai 10 Februari 2024. Jadwal tersebut berdasarkan website KPU.
Meskipun caleg baru memasuki tahap DCS (daftar calon sementara), mereka sudah mulai memperkenalkan diri kepada masyarakat. Kiat para caleg yang satu berbeda dengan caleg lain. Walaupun mereka l berasal dari satu gerbong alias partai pendukungnya.
Banyak kesempatan yang dimanfaat sebagian calon untuk memperkenalkan diri. Paling mudah adalah memasang banner di titik jalan yang stategis. Foto caleg yang dipasang tidak sendiri. Ada caleg-caleg lain yang satu gerbong. Caleg tingkat kota/kabupaten, provinsi dan caleg tingkat nasional DPR-RI. Gambar yang dipasang di banner bisa disebut gambar tandem.
Mereka memang akur membuat banner bersama. Cara ini mungkin salah satu usaha untuk menghemat biaya. Ada pula caleg yang membuat kartu nama. Ada foto, logo partai, nomor urut di partainya. Kartu nama yang sudah tidak populer lagi ini dibagikan kepada relasi untuk diviralkan.
Caleg yang memasang banner di beberapa titik jalan memang merupakan pemandangan menarik. Paling tidak mengenal caleg yang nantinya mewakili rakyat di gedung dewan.
Pemasangan banner memang sah-sah saja asal mereka mengerti aturan. Paling tidak membayar pajak reklame yang merupakan salah satu income pemerintah daerah setempat. Banner yang dipasang semata bukan kampanye. Sebab banner yang berukuran jumbo tersebut tidak ada ajakan: Ayo Coblos nomor ini dengan tanda panah. Cara ini boleh dikatakan kiat kampanye terselubung (covert campaign ) alias start kampanye lebih awal.
Momen pemasangan banner tersebut waktunya memang tepat. Biasanya banner dipasang ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha. Nah, bulan Agustus ini banner yang dipasang ucapan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI. Banner yang dipasang ternyata tidak berumur panjang. Dua atau tiga hari setelah dipasang sudah hilang digantol petugas Satpol PP.
"Kami pasang banner ibaratnya menyelam sambil minum air," kata seorang caleg yang enggan divirakan.
NGUMBAR JANJI
Saat pemanasan tahun politik 2024 ini bukan saja mencuri start kampanye dengan pemasangan benner. Sebagian Caleg melakukan blusukan ke kampung. Caranya mereka kulo nuwun ke ketua RW setempat. Alasannya untuk sosialisasi menjelang pemilihan legislatif tahun depan.
Nah, gerilya dimulai. Semua aspirasi warga ditampung dan diagendakan. Ada warga yang wilayahnya minta ditambah pemasangan lampu penerangan jalan. Minta baju seragam untuk komunitas pengajian ibu-ibu. Berbagai macam malah yang disampaikan warga kepada caleg yang melakukan sosialisasi.
Sebelum saatnya hari H pencoblosan ada yang minta tour religi ke Wali Songo (Wali Sembilan). Salah seorang warga di kawasan kampung Sambikerap mengatakan, warga di kampung ini minta kepada caleg incumbent untuk menepati janji sewaktu kampanye. Permintaan tour religi tersebut dikabulkan. Bagi caleg yang memenuhi permintaan warga tersebut bisa dikatakan “Gambling”. Karena yang ikut tour pun ada yang tidak konsekuen. Pada saat masuk ke bilik pencoblosan pemilu yang lalu belum tentu memilih caleg yang telah memenuhi permintaannya.
Warga yang digerilya para caleg sudah paham. Sebagai caleg, janji yang disampaikan waktu kampanye ada yang ingkar janji. Sebagian janji yang diucapkan ada yang meleset. Apalagi kalau sudah menjadi anggota dewan. Mereka sibuk dengan urusan yang lebih besar.
Berdasarkan pengalaman kampanye caleg empat tahun lalu ternyata menjadi catatan warga. Agar janji para caleg tidak meleset, warga bisa berpolitik juga. Warga minta janji harus dipenuhi dulu dengan istilah “Kontrak Politik”. Bahkan ada caleg yang memberikan janji dengan surat tertulis.
Kalau para caleg berhasil mengumpulkan suara terbanyak tentu gedung dewan menanti. Mereka akan duduk di kursi yang empuk, lengkap tersedia snack yang rasanya maknyus. Bila mereka sudah masuk gedung dewan perwakilan rakyat, sebagian masyarakat memanggil: “Anggota Dewan yang Terhormat”. Ucapan tersebut suatu kehormatan bagi para wakil rakyat.
Semoga para caleg nantinya menjadi wakil rakyat yang AMANAH. Aamiin (*)
*) Sudirman, Jurnalis Senior, Redaksi Ketik.co.id
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur : (Rihad/Ketik.co.id)
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email [email protected]. Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi