Selasa dini hari (7/5/2024), pelatih Erik Ten Hag tertunduk lesu. Wajahnya pahit. Manchester United (MU) dihajar habis oleh Crystal Palace: 4-0.
MU adalah tim legendaris. Namun, megaklub itu kini terseok-seok di Liga Inggris. Tertinggal jauh dari Arsenal, Aston Vila, Manchester City, dan Liverpool. Pelatih-pelatih klub tersebut sudah kenyang pengalaman di klub-klub dan Liga Eropa.
Erik Ten Hag baru tahun ketiga melatih klub sekelas MU. Dia hanya mampu membawa The Red Devils di peringkat ke-8 Liga Inggris. Ten Hag, agaknya, perlu menimba banyak pengalaman di klub-klub lain. Belum saatnya melatih klub sebesar MU.
Ya. Pengalaman adalah guru terbaik. Ilmu, teori, dan wawasan saja belumlah cukup. Ngelmu iku kelakone kanti laku. Begitu kata-kata bijak menasihati kita.
Kita tidak otomatis menjadi bijaksana setelah membaca berlimpah teori tentang kebajikan. Buku-buku literatur yang judulnya dimulai dengan How To… atau How To Be… bukanlah jaminan menjadi orang sukses. Kebajikan harus dilaksanakan. Kesuksesan berangkat dari pengalaman.
Untuk menjadi pribadi yang sejati, kita harus terjun. Kadang terhanyut dalam ombak kehidupan. Berenang dalam palung dalam pengalaman. Berpikir, berbuat, merasakan. Mengevaluasi diri dalam ucapan dan tingkah laku. Introspeksi.
Mari kita tanya para mantan bupati senior. Bagaimana teorinya menjadi seorang bupati yang sukses? Jawabannya pasti tidak ada teori khusus. Cerita-cerita tentang pemimpin, syahdan bupati yang sukses, selalu berbicara tentang reputasi. Ujian panjang. Cobaan berlapis. Ketenangan menghadapi konflik. Mental pemenang.
Intinya, kenyang pengalaman. Kabupaten Sidoarjo benar-benar membutuhkan pemimpin yang berpengalaman. Jam terbang memimpin yang cukup. Lahir dari Pilkada Sidoarjo yang demokratis dan bermartabat.
Akankah kita mendapatkannya?
Jujur saya masih agak waswas dengan Kabupaten Sidoarjo ke depan. Sidoarjo bukanlah kota medioker. Penduduknya padat. APBD-nya besar. Warna-warni warganya sangat majemuk.
Kabupaten Sidoarjo membutuhkan pemimpin kelas A+. Ibarat bupatinya seorang striker, dia harus mampu mencetak gol spektakuler. Sekelas bintang dunia selevel Cristiano Ronaldo. Matang. Disiplin. Punya jam terbang tinggi.
Bukan ”Anak Emas” yang dimanjakan oleh FIFA seperti Lionel Messi. Atau, Luis Suarez yang tak tahu malu menggagalkan gol dengan tangan saat melawan Ghana di semifinal Piala Dunia 2010. Atau, raja diving seperti Neymar Junior.
Martabat pertandingan sepak bola tidak boleh dinodai oleh permainan kotor. Sepak bola adalah simbol peradaban dunia. Di sana, ada etik dan etiket. Ada nilai kemanusiaan yang universal. Ada respek. Baik kepada kawan maupun lawan.
Begitu pula marwah Pilkada Sidoarjo. Menjelang Pilkada Sidoarjo 2024 ini, isu-isu negatif sekaligus sensitif berseliweran. Di antaranya, opini bahwa OTT KPK di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo pada 25 Januari 2024 didalangi lawan politik. Tidak murni upaya hukum. Opini ini terus diembuskan di media sosial.
Semakin mendekati Pilkada Sidoarjo, isu-isu yang lebih seram juga bermunculan. Ada isu tentang aliran dana miliaran rupiah per orang menjelang Pemilu 2024 lalu. Ada pula isu pembebasan lahan senilai puluhan miliar untuk sekolah baru.
Belum lagi isu-isu ”sprindik” baru tentang perkara aliran pemotongan insentif atau pengaturan tender proyek. Bahkan, kasus lama tentang hibah organisasi olahraga Rp 20 miliar diungkit-ungkit lagi. Semua itu belum pasti kebenarannya.
Seluruhnya cuma isu-isu yang bikin ngeri-ngeri sedap saja. Isu-isu itu dikhawatirkan hanya menimbulkan noda-noda yang mengotori Pilkada Sidoarjo. Janganlah dipakai untuk menekan, menakuti, atau mengintimidasi lawan politik dalam Pilkada Sidoarjo. Itu manuver yang tidak elok. Tidak sportif. Tidak elegan.
Kita perlu Pilkada Sidoarjo yang bermartabat. Bersih dari dendam-dendam politik. Juga residu-residu masa lalu. Kita butuh Pilkada Sidoarjo yang damai dan sejuk. Pesta demokrasi yang menyenangkan setiap 5 tahun sekali.
Alangkah bagusnya bila calon-calon bupati tampil dengan flamboyant style. Bisa diterima oleh semua golongan. Santun. Tidak agresif menyerang lawan politik. Mampu menjadi pengayom. Baik ke dalam birokrasi maupun ke masyarakat luas.
Sidoarjo butuh bupati yang merangkul, bukan memukul. Bupati yang mampu duduk di antara semuanya, bukan membeda-bedakan seenaknya. Bupati yang meningkatkan kesejahteraan semua pegawainya, bukan menyunat penghasilan pegawainya.
Yang tidak kalah penting ialah bupati itu lahir dari Pilkada Sidoarjo yang demokratis dan bermartabat. (*)
*) Fathur Rozi, redaktur dan jurnalis senior Ketik.co.id yang bertugas di Sidoarjo
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
*) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
**) Ketentuan pengiriman naskah opini:
• Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
• Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
• Panjang naskah maksimal 800 kata
• Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
• Hak muat redaksi