Sidoarjo dan Ending Mutasi Kontroversial Itu

Editor: Fathur Roziq

21 April 2024 05:05 21 Apr 2024 05:05

Thumbnail Sidoarjo dan Ending Mutasi Kontroversial Itu Watermark Ketik
Oleh: Fathur Roziq

Gajah mati karena telinga kemasukan semut. Raja Namrud tewas karena hidungnya dimasuki seekor nyamuk. Itu pengingat bahwa kebesaran dan kekuasaan bisa hancur oleh makhluk nan kecil. Meremehkan hal-hal kecil bisa berakibat fatal.  

Itulah salah satu hikmah dari kisah bapak dan anak balitanya yang meninggal terseret arus pada Kamis malam (17/4/2024). Mereka naik perahu tambangan untuk menyeberangi sungai antara Kecamatan Driyorejo, Gresik; dan Kecamatan Taman, Sidoarjo.

Keduanya hanyut ke sungai bersama sepeda motor yang ditumpangi. Penyebabnya sepele. Sang ayah tidak mematikan mesin sepeda motor di atas perahu. Si balita mendadak menarik gas kendaraan.

Sepeda motor pun melaju. Dan, akhirnya, ketiganya tercebur ke sungai. Tewas. Tentu, saya sangat berempati. Sebab, sang ayah adalah kakak kandung salah seorang siswi di SMP tempat istri saya mengajar. Istri saya menirukan ucapan kehilangan anak didiknya tersebut pada Sabtu malam lalu.

’’Bu, kakak saya sudah tidak ada.’’ Begitu kata gadis kecil yang dipanggil Opi itu.

Opi menangis sesenggukan saat salim kepada para guru di sekolah. Keceriaannya hilang. Kakak yang selama ini membuatnya senang, kesal, dan kangen sekaligus itu pergi untuk selamanya. Memilukan. Peristiwa tragis itu sebenarnya berawal dari sebuah kesalahan kecil.

Apa itu? Sikap lalai terhadap peringatan keselamatan di setiap perahu tambangan. Sebab, selalu ada tulisan pengingat di sana. Penumpang diminta mematikan mesin sepeda motor. Tulisan itu biasanya dipasang menjelang pintu masuk area tambangan. Juga di atas perahu tambangan.

’’Mesin kendaraan harap dimatikan.”

 ’’Mesin motor harap dimatikan.”

"MATIKAN MESIN SEPEDA MOTOR"

Saya pun selalu mematikan mesin sepeda motor saat naik perahu tambangan. Biasanya saat naik motor lewat Desa Cangkir, Driyorejo, Gresik. Menyeberang ke wilayah Krian, lalu menuju Sidoarjo. Begitu pula sebaliknya. Terkadang tengah malam. Saat air sungai sedang tinggi-tingginya.

Waktu menyeberang cuma sekitar 1 menit atau 2 menit. Sudah sampai di sisi Sungai Kalimas. Namun, justru karena waktu sesingkat itu banyak penumpang perahu yang enggan mematikan mesin motor. Asyik mengobrol di tengah deru mesin motor. Sambil tetap berboncengan di jok.

Menyeberang memang cuma perlu sejenak. Cukup menekan sekali lagi satu tombol otomatis. Motor menyala lagi. Daripada mempertaruhkan nyawa sendiri. Lebih-lebih nasib banyak orang dalam satu perahu.

Mengganggap remeh prosedur keselamatan bisa mengancam nasib banyak orang. Tak ada ruginya hati-hati. Kehati-hatian itu pula yang sepertinya terlewatkan saat Pemkab Sidoarjo menggeber mutasi 495 pejabat pada Jumat, 22 Maret, lalu.

Mutasi itu dibatalkan. Akibat melanggar UU Pilkada No. 10 Tahun 2016. Salah satu pasalnya melarang kepala daerah yang punya hajat pilkada untuk mengganti pejabat terhitung 6 bulan sebelum 22 September 2024. Itu tanggal penetapan calon peserta Pilkada 2024.

Saya tidak yakin. Proses mutasi hampir 500 orang itu benar-benar melibatkan bagian hukum, bagian organisasi, atau perangkat daerah lain. Melibatkan dalam arti memfungsikan semuanya secara benar dan optimal. Patuh prosedur. Taat tata aturan dan tata naskah.

Apa mungkin pejabat-pejabat Pemkab Sidoarjo sampai sebegitu khilafnya. Jumlah pejabat hebat di Sidoarjo sangat melimpah. Mereka bisa bekerja teliti, cermat, dan sangat hati-hati. Berpengalaman pula. Seperti era Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kissowo Sidi dan Sri Witarsih. Kabag Hukum era Joko Sartono atau Husni Thamrin.

Sepertinya belum pernah ada kejadian pembatalan mutasi masal seperti ini. Setiap 5 tahun ada proses serupa. Aturan undang-undangnya pun berlaku sejak 2016. Pasti ada yang bijak. Pasti ada yang bisa dimintai saran dan pertimbangan. Pihak yang tepat untuk dimintai konsultasi. Hasilnya dipikirkan, direnungkan, dipertimbangkan, dilaksanakan.

Alasan khilaf atau tidak sengaja untuk urusan sebesar ini sulit diterima. Sebab, setelah pembatalan mutasi pada 15 April itu, ada lobi-lobi ke Kementerian Dalam Negeri agar menyetujui mutasi itu. Bahkan, sampai ada surat dua kali untuk menyiasatinya. Sedangkan, SK Bupati tentang pembatalan mutasi itu sendiri belum diumumkan dan dibuka ke publik.

Nah, naga-naganya, siasat untuk memperoleh persetujuan tertulis Mendagri tidak mudah. Mungkin malah kandas. Sabtu sore, 20 April, seorang pejabat menerima edaran. Isinya tentang pembayaran gaji pada bulan Mei mendatang menggunakan format lama. Yaitu, bayaran di jabatan sebelum dimutasi.

Artinya, sangat mungkin 495 pejabat itu akan kembali ke posisi lama mereka pada 30 April. Mutasi dinyatakan batal. Finish. Namun, bisa saja, surat edaran itu masih semacam antisipasi jika upaya lobi ke Kemdagri gagal.

Pasti ada yang kecewa. Sudah syukuran dan naik pangkat. Ternyata gatot (gagal total). Tapi, ada pula yang lega. Merasa bebas dari kebingungan dan kerisauan. Sebelumnya mereka mengaku galau karena tunjangan kinerja belum cair. Takut menyalahi aturan sehingga berkonsekuensi hukum. Belum beban moral dan mentalnya selama menjabat.

Seorang pejabat politik paling lama berkuasa 10 tahun. Namun, karir aparatur sipil negara merupakan perjalanan panjang dan pengabdian total kepada negara. Karir mereka sangat pantas dihargai! Hormati tata aturan yang menyangkut nasib ASN!

Tata aturan kepegawaian tidak sama dengan, misalnya, izin mendirikan bangunan (IMB). Bisa dengan mudah diganti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Tata aturan kepegawaian memiliki asas, prinsip, nilai-nilai yang wajib diperhatikan. Kode etik perilaku. Komitmen. Integritas. Kompetensi. Kualifikasi akademik. Profesionalitas jabatan. Dan sebagainya. Spirit meritokrasi berdasar keunggulan pribadi dan prestasi dijunjung tinggi.

Saat makan siang Jumat lalu, saya mendengar cerita getir. Ada pejabat OPD teknis yang ternyata sudah menjalani jabatan barunya. Pada 22 Maret lalu, dia dimutasi dari salah satu dinas ke Satpol PP Sidoarjo. Sudah pindah. Menurut. Pasrah. Dia pun menjahitkan seragam satpol PP yang gagah. Masih anyar gresss. Licin. Halus. Kinclong.

Lek pindah balik maneh lha yo opo seragamku iki,” ucapnya.

Sepertinya Bapak itu sudah kerasan ya di markas Satpol PP. (*)

 

*Fathur Roziq, jurnalis senior Ketik.co.id, bertugas di Sidoarjo 

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

- Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri,
- Foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)

 

Tombol Google News

Tags:

sidoarjo Mutasi Pejabat Pembatalan Mutasi Pemkab Sidoarjo Mutasi Kontroversial