Harapan Sekolah Remaja Disabilitas

Editor: Fathur Roziq

16 Juli 2024 18:46 16 Jul 2024 18:46

Thumbnail Harapan Sekolah Remaja Disabilitas Watermark Ketik
Oleh: Fathur Roziq*

Pesan WA itu masuk pukul sekitar 07.00. Senin 1 Juli 2024. Datang dari Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo H Dhamroni Chudlori MSi. Isinya kurang lebih seperti ini.

Mohon bantuan ipun untuk anak kami. Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang tidak bisa daftar jalur zonasi untuk masuk sekolah SMA Negeri. Dia telanjur mengeklik jalur afirmasi.

Anaknya tegas. Ulet, sungguh-sungguh. Tanggung jawab. Semua tugas sekolah dikerjakan dengan baik. Tidak pernah tidak masuk sekolah. Disiplin.

Namanya, sebut saja Badai. Pesan itu segera ditindak lanjuti. Saya kontak seorang kepala sekolah SMAN lain. Sosok yang lebih senior. Tujuannya, memastikan kebenaran informasi tersebut. Ternyata memang faktanya ada.

Badai ditolak. Dia tidak diterima oleh sekolah negeri itu. Padahal, Badai hanya berbeda secara fisik. Intelektual, emosional, komunikasi verbal, dan sebagainya sama seperti remaja lain. Dia cerdas. Rata-rata nilainya di atas 9 saat lulus SMP negeri.

Tanpa segan-segan saya minta tolong beliau untuk mencoba mengingatkan kepala sekolah yang ”menolak” Badai masuk. Tolong Badai diterima ya jika memang memenuhi syarat. Daripada ramai jadi isu internasional.

Isu-isu diskriminasi terhadap penyandang disabilitas sangat sensitif. Hal ihwal yang fundamental. Urusannya dengan hak asasi manusia (HAM) untuk mendapatkan akses pendidikan. Kalau sampai termuat di media massa dan menjadi isu besar, risikonya tak main-main.

Kabupaten Sidoarjo akan kehilangan muka. Provinsi Jawa Timur juga malu. Bahkan, nama Indonesia riskan menjadi pergunjingan internasional. Jika Badai tak diperlakukan sesuai hak-haknya, ada perlakuan diskriminatif.

”Tolong ada waktu 24 jam. Sampai besok saya tunggu kabarnya.”

Selasa pagi, 2 Juli 2024, tidak ada kabar. Siang harinya, saya ajak dua reporter TV, dua wartawan media online, datang ke rumah Badai. Tepatnya kamar kos. Bukan rumah. Alamatnya lumayan jauh. Panas. Masuk kampung. Kami memastikan liputan ini benar-benar murni memperjuangkan nasib seorang generasi muda.

Sebenarnya saya mengajak lebih dari empat orang itu. Ada yang mengaku lelah. Tidak tertarik. Sulit tayang. Macam-macam. Sekitar 1 jam kemudian sampailah kami ke tujuan. Ibunda Badai khawatir. Takut anaknya justru kenapa-kenapa.

Jurnalis muda TV nasional yang saya ajak, memastikan siap mendukung Badai kalau sampai terjadi apa-apa. Tidak perlu khawatir. Diam-diam saya mengagumi ucapan reporter muda itu.

Iki jenenge nom-noman josss,” ucap saya dalam hati. Wawancara kami harus gantian. Karena kamar kos itu sempit. Satu masuk, satu mengambil gambar dari luar.

Dari wawancara itu, saya dapat dua pesan ringkas, tapi mendalam. Tentang cita-cita tinggi seorang anak muda. Tentang janji suci orang tua kepada anaknya.

”Bu, aku kalau lulus SMA kuliahno ya,” pinta Badai kepada sang ibu. Remaja 16 tahun itu bercita-cita menjadi arsitek atau ahli desain komuniasi visual. Tatapan matanya penuh harap. Memelas.  

Yo Nak, insya Allah ibu usaha sak kuat-kuate,” ungkap Sang Bunda yang hanya istri pekerja pabrik kayu itu. Wajahnya pasrah. Suara ibu separo baya itu setengah tertahan. Matanya berkaca-kaca saat tangannya mengambil piala-piala bukti prestasi Badai.  

Di tengah wawancara, Gus Dham, sapaan Dhamroni Chudlori, menelepon. Menagih follow up informasi yang dia kirim kepada saya sehari sebelumnya.

”Ayo Mas ditanyakan ke sekolahnya,” ujar Gus Dham. Dia lalu mengirim pesan berisi norma-norma tentang jaminan layanan pendidikan untuk disabilitas.

Pertama, Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.

Ketiga, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Formal, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.

Gus Dham menegaskan, jika Badai benar-benar ditolak masuk SMAN, sekolah dan pemerintah bisa dianggap melanggar aturan perundang-undangan tersebut. Apalagi, saat ini, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sidoarjo sedang membahas Raperda tentang Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

 ”Hal-hal seperti ini tidak boleh terjadi. Bisa melanggar HAM,” ungkapnya.

Lha niki kulo teng griyane tiyange,” jawab saya.

Gus Dham langsung meluncur. Mengajak pula kepala desa di tempat tempat tinggal Badai. Legislator PKB itu minta urusan ini bisa tuntas hari itu juga. Dia tidak ingin Kabupaten Sidoarjo malu karena ada kasus seperti ini.

Gus Dham, kepala desa, dan lima jurnalis pun mendatangi sekolah itu. Sekitar 1 jam terjadi dialog di ruang kepala sekolah. Ternyata ada persoalan teknis saat proses pendaftaran. Masalah teknis itu berdampak tertolaknya Badai.

Setelah itu kami semua wawancara dengan kepala sekolah. Apa hasilnya? Badai diupayakan dibantu. Ada usaha serius agar remaja itu bisa bersekolah sesuai mimpinya sekaligus harapan orang tuanya.

Kami terus menunggu kabar tersebut. Dan, pada sekitar pukul 19.00, kabar menggembirakan itu pun datang. Badai diterima. Esok pagi, dia ditunggu untuk daftar ulang di SMA negeri.

”Alhamdulillah. Terima kasih teman-teman,” ucap saya dan dua jurnalis muda di samping saya. 

Esok harinya, kami juga menerima ucapan terima kasih dari ibunda Badai. Dia terharu. Meminta maaf tidak mampu membalas apa-apa kepada wartawan. Namun, dia mendoakan. Semoga selama bekerja kami diberi kemudahan dan keberkahan. (*)

 

*Kepala Biro dan Jurnalis Senior Ketik.co.id di Sidoarjo

 

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

 

*) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

 

**) Ketentuan pengiriman naskah opini:

 

* Naskah dikirim ke alamat email [email protected].

 

* Berikan keterangan OPINI di kolom subjek

 

* Panjang naskah maksimal 800 kata

 

* Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP

 

* Hak muat redaksi

 

Tombol Google News

Tags:

Kabupaten Sidoarjo Pendidikan Disabilitas Siswa Penyandang Disabilitas Sekolah Inklusi Sidoarjo DPRD Sidoarjo Pemkab Sidoarjo